Surat Paulus Kepada Jemaat di Korintus

1 Korintus

Sepertihalnya dengan surat Roma, surat ini diyakini ditulis oleh Paulus pribadi. Dibuktikan dengan adanya pengakuan si penulis sendiri, kuatnya ciri khas pauline, serta dikuatkan oleh pengakuan para bapak Gereja awal. Surat ini kemungkinan besar ditulis Paulus di kota Efesus, kira-kira pada tahun 57 M., pada perjalanan missionarisnya yang ketiga (Kis Ras 19:1-41). Berbeda dengan surat Roma, di mana Paulus mengirim surat tersebut kepada kota yang belum pernah didatanginya. Paulus mengirim surat ini kepada Gereja yang pernah ia dirikan di Korintus pada perjalanan misinya yang kedua.

Korintus, Kota Maksiat

Sebelum lebih jauh membahas mengenai surat ini, ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu latar belakang kota Korintus. Kota Korintus terletak 50 mil di barat kota Athena. Kota ini merupakan salah satu kota terbesar dan terpenting pada masa itu, penduduknya terdiri dari mayoritas orang-orang Romawi, minoritas Yahudi, dan Yunani. Di dalam kota ini berdiri megah kuil Venus (Aphrodite) yang terkenal, di mana di dalamnya terdapat sekitar 1000 pendeta wanita yang melakukan prostitusi atas nama pemujaan t

erhadap dewa. Begitu parahnya keadaan penduduk di kota ini, sehingga istilah “corinthianize” dapat diartikan dengan kegiatan prostitusi dan

pesta pora. Lingkungan akan sangat mempengaruhi keadaan dari penduduknya, penduduk di kota ini tidak akan pernah bisa lepas dari keterikatannya dengan tradisi lama mereka seperti kepercayaan terhadap dewa-dewa, maksiat secara bebas, pesta pora dll.. Karenanya, Paulus harus bekerja keras untuk dapat merubah tradisi buruk masyarakat kota ini, hasil usaha tersebut dapat terlihat melalui surat Korintus ini. Paulus mendirikan Gereja di kota ini pada perjalanan misinya yang kedua (Kis Ras 18:1-18).

Di Kota ini, Paulus menerima gelombang penolakan yang berasal dari minoritas kaum Yahudi di sana. Ia tidak diperbolehkan untuk mengadakan penceramahan di dalam sinagoga, dan kemudian terpaksa mengadakan pertemuan-perte

muan di kediaman Titus Justus, seorang Gentile yang tertarik dengan ajaran Paulus. Kediaman Titus tersebut terletak dekat dengan sinagoga (Kis Ras 18:7-8). Titus dalam perkembangannya akan menjadi pengikut setia Paulus. Terdapat pula sebuah surat yang ditujukan kepadanya oleh Paulus dalam Perjanjian Baru, yang keasliannya diragukan. Dengan senang hati ia mendampingi Paulus dalam beberapa perjalanannya misinya, bahkan surat 1 Korintus ini diduga kuat diantarkan oleh dirinya pribadi kepada Gereja Korintus dari Efesus. Selama menetap di Korintus, Paulus sempat menemui dua sahabat baik lainnya, pasangan suami istri Priscillia dan Aquilla.

Setelah meninggalkan Korintus dan tinggal sementara di Efesus, Paulus mendapat berita mengejutkan mengenai keadaan jemaatnya di Korintus. Kabar tersebut menyebutkan mengenai kelakuan para jemaatnya yang mulai menerapkan kembali kebiasaan-kebiasaan lamanya dan kabar tersebut turut menyebutkan mengenai perpecahan umat yang terjadi di sana. Setelah Paulus meninggalkan Korintus, diduga kuat kota tersebut dikunjungi oleh Apollos (Filsuf Yahudi dari Alexandria) dan Kefas (Petrus). Keduanya mendirikan faksi-faksi umat Kristen yang terpisah. Setelah kedua tokoh cukup menuai pengaruh, umat Kristen Korintus terbagi atas pengikut Paulus, Apollos dan Petrus. Mereka semua mengakui hal yang sama, yaitu sebagai pengikut sejati Kristus. Keberadaan mereka merupakan ancaman serius bagi Paulus, kedua orang tersebut (Apollos dan Petrus) adalah pendukung setia ajaran Yahudi yang bertentangan dengan ajaran Paulus, secara tidak langsung mereka juga dapat menimbulkan keraguan di antara jemaat Paulus. Pertanyaan kemudian muncul, mengapa para pengikut Kristen baru, yang mengikuti Petrus atau Apollos, memilih untuk memisahkan diri dari golongan Paulus bila mereka sama-sama mengajarkan ajaran yang sama, yaitu kepercayaan terhadap Kristus. Hal ini tidak lain disebabkan karena ajaran mereka sangatlah berbeda, bahkan muncul dugaan bahwa Petrus sengaja mendatangi Korintus untuk membendung ajaran Paulus disana. Paulus merasa khawatir dengan keadaan ini, ia tidak bisa membiarkan Petrus dan Apollos merebut umatnya. Keadaaan lain mungkin hanya terjadi apabila Petrus hanya mencari pengikut dari kalangan umat Yahudi, tetapi fakta berbicara sebaliknya, ia turut mencari umat di kalangan Gentile. Sejak itu hubungan Paulus dan Petrus tidak pernah berjalan mulus, mereka memperebutkan umat yang sama, para Gentile !

Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari

golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari

golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus.”(1 Kor. 1:12)

Selama di Efesus, Paulus kerap melakukan korespondensi dengan jemaatnya di Korintus melalui surat. Surat 1 Korintus bukanlah surat Pertama atau satu-satunya yang pernah ditulis Paulus kepada jemaatnya di Korintus, diduga ia telah sempat mengirimkan beberapa surat sebelumnya (1 Kor. 5:9). Sayangnya kebanyakan dari surat-surat tersebut diyakini telah hilang. Setelah mengirim surat-surat tersebut, barulah Paulus mendengar kabar mengenai konflik yang terjadi di gereja Korintus. Kabar tersebut diduga sampai ke Paulus melalui “orang-orang Kloe” ,Stephanas, Fortunatus, dan Achaicus (1 Kor. 1:11-12; 16:17).

Surat 1 Korintus ini merupakan bentuk usaha Paulus dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam jemaatnya, nanti akan kita buktikan bahwa usahanya ini hanya akan menimbulkan masalah yang lebih buruk.

Dalam hal doktrin, surat ini memuat dalil-dalil mengenai perjamuan/ekaristi (Pasal 11), status haram atau halalnya suatu makanan, masalah perkawinan, konsep kebangkitan Kristus dll.. Doktrin-doktrin tersebut merupakan ciri khas surat-surat Paulus, sehingga surat-surat yang tidak memuat doktrin tersebut dapat dicurigai keotentikannya. Dalam hal isi, Surat ini menunjukan kekesalan Paulus terhadap kedegilan jemaatnya di Korintus. Jemaatnya yang kebanyakan berasal dari kalangan Gentile (1Kor 12:2) ternyata tidak mudah untuk dipisahkan dari tradisinya yang lama. Oleh karena itulah dalam hal ini Paulus perlu bersikap lebih “moderat”. Paulus tidak berani mengambil keputusan radikal untuk melarang tradisi-tradisi lama jemaatnya, seperti tidak disunat, memakan babi, dll. atau ia akan segera ditinggalkan oleh jemaatnya. Sebaliknya dengan Petrus, ketaatanya terhadap hukum Taurat membuatnya tidak bisa mendapatkan cukup pengaruh di kalangan Gentile, khususnya di Korintus. Petrus hanya bisa mendapatkan pengikut dari kalangan Yahudi Korintus yang jumlahnya tidak banyak. Tetapi tetap saja, keputusan kaum Nazarenes untuk mengutus Petrus sebagai penyebar utama agama Kristen kepada kaum Gentile merupakan ancaman terbesar bagi ambisi Paulus untuk mendapatkan pengikut sebanyak-banyaknya. Perang mendapatkan pengikut antara kaum Nazarenes dan Paulus nantinya akan lebih terlihat dalam suratnya kepada jemaat Galatia. Dalam perkembanganya, akan muncul dua kelompok yang sangat bertentangan, yaitu kaum Marcionit dan Ebionit. Kaum Marcionit mewakili pendukung Paulus, sedangkan Ebionit merupakan penentang utama kerasulan Paulus. Kedua kelompok tersebut baru muncul di awal abad kedua. Kaum Ebionit merupakan perkembangan dari kaum Nazarenes awal, sedangkan kaum Marcionit tumbuh dari lingkungan Gnostik.

Interpolasi ?

Dalam hal kesatuannya, beberapa sarjana menganggap 1 Kor 14:33-36 sebagai suatu usaha interpolasi atau “Penyisipan”. Bagian tersebut diduga baru ditambahkan kemudian setelah surat-surat Paulus dan Pastoral mulai beredar. Gaya pada bagian ini sangat mendekati gaya yang terdapat pada surat-surat Pastoral dan dianggap berkontradiksi dengan 1 Kor 11:2-6. Ayat 34-35 ditempatkan setelah ayat 40 dalam banyak manuskrip penting seperti pada Naskah Claromontanus dari Paris, Boernerianus dari Dresden, Minuscule nr 88, dan berbagai versi terjemahan Latin kuno-Itala (2-4 M.).

Surat 2 Korintus

Surat ini ditulis kurang lebih setahun setelah pendahulunya, surat 1 Korintus. Tetapi berbeda dengan surat 1 Korintus, Surat 2 Korintus lebih kompleks dalam hal penyusunannya. Dari semua karya yang dianggap sebagai tulisan asli Paulus, 2 Korintus tampil sebagai surat yang paling tidak sistematis dibanding yang lainnya. Beberapa sarjana bahkan menganggap beberapa bagian di surat ini sebagai “penyisipan” orang tak dikenal. Melalui surat 2 Korintus dapat diketahui bahwa Paulus pernah mengirimkan suratnya kepada Gereja Korintus lebih dari sekali, beberapa bagian surat tersebut mungkin mengisi surat ini.

Secara umum, para sarjana meyakini bahwa surat 2 korintus ini terdiri dari beberapa fragmen surat yang berbeda. Pernyataan tersebut didasarkan kronologi berikut :

  1. Pertama-tama, Pada perjalanan missionarisnya yang kedua, Paulus bersama Silvanus dan Timotius mendatangi kota Korintus dan mengajari orang-orang di sana. Peristiwa tersebut terjadi di sekitar tahun 50 M. (2 Kor 1:19, Kis Ras 18:1-17).

  1. Setelah meninggalkan Korintus dan tinggal di Efesus, Paulus mengirim surat pertamanya ke Korintus. Surat ini diyakini bukanlah surat 1 Korintus, Para sarjana menyebut surat ini dengan nama “Korintus A”. Surat ini diyakini telah hilang (1 Kor 5:9).

  1. Beberapa koresponden Paulus di Korintus mengirim beberapa surat yang berisikan kabar terbaru dan pertanyaan-pertanyaan mereka seputar ajaran baru Paulus. Surat-surat tersebut diantar oleh orang-orang Kloe (1 kor 1:11; 7:1; 16:15-18).

  1. Saat menerima kabar terbaru dari Korintus, Paulus mengetahui perihal berita buruk keadaan jemaatnya di Korintus. Mereka mulai melakukan kembali kebiasaan lamamya, perpecahan terjadi di kalangan pengikutnya serta arus perlawanan terhadapnya meningkat. Ia lalu mengirim surat keduanya kepada jemaat Korintus, surat ini diantar oleh Timotius dan dikenal dengan sebutan “Korintus B”, dan saat ini dikenal sebagai surat 1 Korintus (1 Kor 4:17; 16:5-7).

  1. Surat 1 Korintus tidak berhasil memecahkan masalah yang terjadi di dalam jemaat Korintus, bahkan perlawanan terhadap otoritas Paulus semakin meningkat di kota tersebut. Untuk mengakhiri permasalahan yang terjadi, Paulus berinisiatif mengunjungi kembali kota Korintus, Menemui langsung jemaatnya. Perjalanan kedua ke Korintus ini entah mengapa tidak sempat direkam dalam kitab Kisah Para Rasul. Para sarjana kemudian menamai perjalanan ini dengan istilah “Painful visit” atau “sorrowful visit”, karena diduga kuat Paulus mengalami kejadian buruk dalam perjalanan ini (2 Kor 2:1-4). Saat itu, bukannya diterima dengan tangan terbuka, Paulus malah menghadapi penolakan terbuka dari jemaat gereja yang ia dirikan, Sedangkan pemimpin gereja tersebut tidak mau membela Paulus. Ia kemudian meninggalkan Korintus dengan perasaan sakit hati dan kecewa akibat dipermalukan (12:21). Penghilangan kisah ini dalam Kisah Rasul akan dapat dipahami, mungkin karena Lukas menolak menuliskan kisah kegagalan Paulus dalam mendidik umatnya.

  1. Setelah mengalami “Painful visit”, Paulus dengan perantaraan Titus mengirim surat ketiganya kepada jemaat Korintus. Surat ini akan dikenal dengan sebutan “Korintus C” atau “Sorrowful letter”, karena dalam surat ini paulus menumpahkan segala kesedihannya atas segala peristiwa tidak menyenangkan yang menimpa dirinya selama perjalanan kedua ke Korintus (Painful visit). Indikasi terhadap Sorrowful letters ini dapat ditemukan dalam pasal 2 dan pasal 7. Beberapa sarjana kemudian menghubungkan surat kesedihan ini dengan pasal 10-13, tetapi kebanyakan berpendapat bahwa surat ini telah hilang.

  1. Selanjutnya Paulus mendengar kabar yang sedikit menenangkan dari Titus, bahwa perlawanan terhadapnya mulai mereda, sedangkan pemimpin pergerakan akhirnya dapat ditenangkan. Paulus segera mengirim semacam surat “rekonsiliasi” kepada jemaat Korintus, surat ini merupakan surat keempat yang Paulus kirim ke Korintus. Saat ini surat tersebut dikenal sebagai 2 Koritus (Korintus D), dikirim dari Macedonia atau Filipi sekitar tahun 56 M.. Melalui kronologi hingga saat ini, maka surat 2 Korintus tampil sebagai surat keempat yang pernah Paulus kirim ke Korintus.

  1. Paulus kembali mengadakan perjalanan ketiganya ke Kota Korintus (Kis Ras 20:1-3). Di kota tersebut diduga Paulus mengirimkan suratnya kepada jemaat Roma yang telah dibahas sebelumnya.

False Apostles

Dalam beberapa bagian surat ini, Paulus kerap menyebutkan mengenai adanya nabi palsu (False Apostles) yang kerap melakukan perlawanan terhadap klaim kerasulannya. Nabi palsu yang disebutkan Paulus ini mungkin memiliki hubungan dengan golongan-golongan yang terdapat di Korintus setelah kepergian Paulus (1 Kor 1:12). Walaupun Paulus tidak menyebutkan nama secara langsung, tetapi dapat dipastikan bahwa sang “nabi palsu” yang dituduhkan Paulus tersebut tiada lain adalah Petrus (Cephas) atau Apollos. Nabi palsu ini diketahui memiliki jumlah pengikut yang cukup signifikan di Korintus, ia adalah seorang Yahudi sekaligus penentang ajaran Paulus. Pada perjalanan kedua Paulus ke Korintus (Painful Visit), diduga kuat ia menghadapi perlawanan terbuka dari pengikut “nabi palsu” ini. Sarjana seperti Meyer dan Theodore Zahn meyakini bahwa golongan tersebut memiliki hubungan dengan Petrus. Bila benar bahwa orang yang dituduh sebagai Nabi palsu tersebut adalah Petrus, maka dapat dipastikan pertentangan dan permusuhan di antara kedua pihak (Paulus dan Petrus) pastilah cukup serius. Tuduhan nabi palsu terhadap Petrus oleh Paulus sangat menghina Yesus karena Yesus-lah yang melantik Petrus sebagai pangeran para rasul/murid, di lain pihak kerasulan Paulus sangatlah simpang siur. Sekarang bagaimana mungkin Yesus mengutus rasul yang mengkonfrontir ajaran rasul sebelumnya ? Bila ajaran Paulus sejalan dengan ajaran Yesus, maka tidak mungkin ia mendapatkan perlawanan dari para murid Yesus. Dalam hal ini Paulus mendirikan suatu batas yang jelas bagi jemaatnya, apakah mereka mau mengikuti ajaran “nabi” yang sesungguhnya (Paulus), atau mengikuti ajaran sang nabi palsu (Petrus) ?

Archibald Robertson dalam The Origins of Christianity menyebutkan :

Second Corinthians affords conclusive evidence that the Jesus of Pauline Christianity was not the same as the Jesus portrayed in the gospels. The Pauline Christ is “the Spirit” (3:17-18) and “the image of God” (4:4)as opposed to the real person of the gospels.

2 Korintus menunjukan bukti kuat bahwa tokoh Yesus dalam Kristologi Pauline tidaklah sama dengan Yesus yang digambarkan dalam Injil-injil. Kristus menurut Paulus adalah “sang jiwa” (3:17-18) dan “rupa Tuhan” (4:4) bertentangan dengan penggambaran tokoh aslinya dalam Injil-injil.”

Kesatuan surat

Dalam hal kesatuan surat, kebanyakan sarjana meyakini bahwa surat 2 Korintus mengandung fragmen-fragmen dari beberapa surat. Walaupun terdapat berbagai teori yang menjelaskan masalah ini, tetapi secara umum para sarjana sepakat dalam memutuskan bahwa surat ini sebenarnya terdiri dari dua atau lebih surat yang berbeda. Entah siapa editornya, tampaknya ada tujuan khusus dibalik penyusunan ini.

Fragmen surat yang pertama disebut dengan surat R (2 Korintus pasal 1-9). Dikenali sebagai “Surat Rekonsiliasi” dalam kalangan sarjana. Tampaknya surat ini baru ditulis setelah Paulus mengetahui melalui Titus bahwa jemaat Korintus mulai tenang, dan gejolak perlawanan terhadap dirinya mulai mereda (2 Kor 1:3-4; 7:6-13). Beberapa sarjana juga menemukan bahwa, bagian ini turut mengandung materi non-Pauline, tepatnya pada 2 Korintus 6:14 sampai 7:1. Selain itu, pertanyaan kemudian muncul menghadapi perbedaan nada yang terjadi di antara pasal 8 dan pasal 9, beberapa sarjana menganggap dua pasal tersebut menggambarkan dua surat yang berbeda, tetapi masalah ini tidak terlalu mencuat mengingat adanya beberapa kemungkinan. Kesimpulannya, Secara umum kita bisa menganggap bahwa surat R terdiri dari pasal 1 hingga 9, dengan pengecualian pasal 6:14-7:1 yang merupakan penyisipan.

Selanjutnya pasal 10-13 dianggap sebagai surat H atau Harsh Letter. Surat ini memuat curahan emosi yang sangat kuat, dan suasananya berbeda dengan surat sebelumnya (Surat R). Kedua surat tersebut (Surat R dan H), diduga telah kehilangan pembukaan maupun penutupnya, tetapi penelitian textual tetap dapat membuktikan bahwa kedua surat tersebut bukanlah suatu kesatuan. Pertanyaan kemudian timbul mengenai surat manakah yang ditulis terlebih dahulu. Sarjana seperti Hausrath, J. H. Kennedy, Strachan, Filson menyebutkan, surat H ditulis terlebih dahulu. Sedangkan Windisch, Barrett, Furnish beranggapan sebaliknya, menurut mereka surat R ditulis terlebih dahulu dibandingkan surat H. Sarjana seperti Hausrath dan Schmiedel kemudian menghubungkan surat H ini dengan “sorrowful letter”, Surat ketiga yang pernah Paulus kirimkan kepada Korintus (Korintus C). Surat tersebut memuat rasa kesedihan Paulus setelah mengalami “Painful Visit”. Alasan para sarjana memisahkan pasal 10-13 dari pasal 1-9 didasarkan oleh adanya perubahan nada penulisan pada kedua bagian tersebut. Nada tersebut diketahui berubah secara tiba-tiba, membuktikan bahwa surat tersebut memuat beberapa fragmen surat yang berbeda. Dari nada yang tenang dan menyejukan selama 9 pasal, berubah menjadi nada emosional dan tajam pada 4 pasal terakhir. Suatu surat tidak mungkin memuat dua nada emosi yang berbeda, lagipula surat-surat Paulus yang lain diketahui hanya memuat satu nada yang khas.

Mengenai surat P (6:14-7:1), yang dianggap sebagai interpolasi non-Pauline, Steven S. H. Chang setidaknya memberikan 5 petunjuk yang mendukung pernyataan tersebut. Pertama, tampaknya bagian tersebut menginterupsi secara tiba-tiba alur yang terdapat dalam ayat sebelumnya, maupun sesudahnya (6:13 dan 7:2). Kedua, bagian ini mengandung sekitar 6 hapax legomena , materi yang tidak dikenal dalam kitab Perjanjian Baru lainnya. Petunjuk ketiga, bagian ini memuat konsep teologi yang tidak dikenal dalam karya Paulus lainnya. Petunjuk keempat, tampaknya tema yang diusung bagian tersebut memiliki keparalelan dengan ajaran Essenes yang khas. Dan terakhir, pengutipan Perjanjian Lama dalam bagian tersebut tampaknya tidak biasa. Beberapa sarjana mengaitkan bagian ini dengan “surat hilang” yang pernah disebutkan dalam 1 Kor 5:9 “Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu,…”. Berikut teks yang dianggap sebagai “interpolasi” tersebut.

Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan

orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara

kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu

dengan gelap?

Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah

bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?

Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait

dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: “Aku akan diam

bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan

Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku.

Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu

dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis,

maka Aku akan menerima kamu.

Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku

laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang

Mahakuasa.”

Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki

janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua

pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan

kekudusan kita dalam takut akan Allah.” (2 Kor 6:14-7:1)

Bagaimanapun kita tidak boleh mengesampingkan beberapa pandangan yang meyatakan bahwa surat 2 Korintus merupakan satu kesatuan, tanpa adanya pemisahan maupun interpolasi non-Pauline. Pandangan tersebut muncul dari golongan yang mengakui inspirasi wahyu dalam surat ini, mereka tidak mempercayai bahwasanya sebuah wahyu bisa hilang atau “tersusupi”. Sebaliknya kita juga harus menghargai peran para sarjana Kristen modern yang telah meneliti suatu naskah Bible secara jujur dan objektif, terlepas dari segala ikatan dogma. Mac secara jujur dalam “Who Wrote the New Testament?”, menyebutkan :

First and Second Corinthians are authentic but are actually collections of portions of six different letters”.

Penemuan yang mereka dapatkan setelah meneliti Bible tampaknya mengerucut kepada kesimpulan bahwa Bible merupakan karya manusia biasa, di mana kesalahan-kesalahan manusiawi mutlak terjadi atasnya. Sebuah usaha pengeditan tanpa rasa malu juga telah dilakukan terhadapnya, terbukti salah satunya dalam surat Korintus ini. Sejauh ini dapat disimpulkan bahwa tulisan Paulus sekalipun, yang keotentikannya kerap diakui oleh para bapak Gereja awal, tidak bisa terlepas dari berbagai permasalahan dan kekurangan di dalamnya.

2 tanggapan untuk “Surat Paulus Kepada Jemaat di Korintus

  1. Pembahasan yang cukup menarik.
    Namun terlalu banyak plothole dalam artikel anda ini.
    1.Bahwa Pandangan anda yang menyatakan bahwa ada pertentangan yang sangat besar antara paulus dan petrus ( sampai saling mengatakan nabi palsu ) sangatlah tidak mendasar dan terlalu berdasarkan asumsi
    Di kisah para rasul sendiri diceritakan berulang kali paulus dan petrus ( dan peantua” lain) di yerusalem bertemu. Bahkan di konsili Yerusalem pertama mereka satu pandangan ( kisah 15 ) . Dan jelas dalam sidang itu petrus lah yang menyatakan bahwa Gentile tidaklah perlu untuk menaati hukum taurat. Jadi benarkah petrus memaksa yudaisme. Seperti yang anda katakan ?

    2. Adanya perjalanan paulus yang anda katakan tidak dicatat oleh lukas karena masalah kegagalan adalah sangat tidak mendasar. Lukas sendiri menceritakan tentang perselisihan paulus dan barnabas. Jika lukas hendak menutupi kegagalan paulus, kenapa hal seperti itu tidak ditutupinya juga ?
    3. Dalam suratnya paulus pernah membuat frasa ” aku menanam, apollos menyiram, tetapi Tuhan lah yang menumbuhkan”. Paulus menuliskan seolah-olah mereka bekerja sama. Bagaimana mungkin orang yang bertengkar bisa menganggap satu dengan yang lainnya sebagai partner ?
    Ini mengindikasikan tidak ada pertentangan di antara mereka. Mereka hanya berada dalam misi perjalanan yang bebeda-beda. Sehingga terlihat bertentangan.

    1. Tq sdh share u’r mind di blog saya.
      pertentangan Paulus dengan Petrus memang tidak ditulis dalam kisah rasul atau pun Lukas sebagai penulis.
      tetapi hal ini ditulis oleh Paulus sendiri dalam surat kepada jemaat galatia. mohon di cek kembali..
      Gbu

Tinggalkan komentar